
Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) tahun 2017 di SMA Fons Vitae 2 Marsudirini Jakarta diisi dengan kegiatan bakti sosial dengan tema “Berapresiasi dan Peduli Hari Pangan Sedunia” berupa pembagian 100 makanan nasi bungkus dan logistik kepada Pekerja Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU
Kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik dan lancar berkat kerja sama dan dukungan dari siswa-siswi, guru, karyawan, orang tua siswa serta sebagian alumni SMA Fons Vitae 2 yang terpanggil dan peduli untuk membantu sesama.
Sejarah Hari Pangan Sedunia
Hari Pangan Sedunia diperingati setiap tahun pada tanggal 16 Oktober, tanggal ketika Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa, didirikan pada tahun 1945. Hari Pangan Sedunia (HPS) didirikan oleh negara-negara anggota FAO pada konferensi umum ke-20 bulan November 1979. Delegasi Hongaria Menteri Pertanian dan Pangan, Dr. Pal Romany berperan penting pada konferensi tersebut dan mengusulkan ide perayaan Hari Pangan Sedunia. Hal ini telah diperhatikan setiap tahun di lebih dari 150 negara, meningkatkan kepedulian terhadap masalah kemiskinan dan kelaparan.
Sejak tahun 1981, Hari Pangan Sedunia mengadopsi berbagai tema untuk perayaan tiap tahunnya dengan tujuan menekankan pada bagian penting dari dunia pangan yang memerlukan perhatian khusus. Ketahanan pangan (food security) paling sering menjadi tema dalam perayaan Hari Pangan Sedunia. Hal ini penting karena ketahanan pangan merefleksikan kemampuan rata-rata individu untuk mendapatkan makanan seta ketersediannya.
Tema Gerakan HPS Tahun 2017: “Membangun Gizi Keluarga”
Gerakan Hari Pangan Sedunia (HPS) Gereja Katolik berangkat dari iman yang dirayakan dan diwujudkan. HPS Gereja mau menyuarakan iman dan moral yang berkaitan dengan kecukupan, ketersediaan dan keberlangsungan pangan yang sehat bagi hidup manusia.
Laporan Akhir tahun 2012 Komisi Nasional Perlindungan Anak, dari 23 juta anak balita di Indonesia, 8 juta jiwa atau 35 persennya mengidap gizi buruk kategori berat, yang menyebabkan tinggi badan lebih rendah dari balita normal; sementara 900 ribu bayi atau sekitar 4,5 persen dari total jumlah bayi di seluruh Indonesia mengalami gizi buruk.
Menurut Dirjen FAO Jose Graziano da Silva, Indonesia merupakan satu dari 19 negara yang dinilai berhasil mengurangi jumlah penduduk kekurangan gizi; dari sekitar 20 persen total jumlah penduduk pada tahun 1990-an menjadi 8,6 persen pada tahun 2012. Sejalan dengan hal ini, keluarga mempunyai peran penting dalam mengatasi gizi buruk. Pembaharuan dan perubahan sikap bisa dimulai dalam keluarga dengan tindakan nyata, yaitu dengan menyediakan pangan yang sehat dan gizi yang seimbang dalam keluarga, serta membantu keluarga lain yang kelaparan dan menderita gizi buruk dengan menyisihkan sebagian pangan sehat keluarga kita untuk mereka yang kelaparan dan menderita gizi buruk dalam bentuk dana solidaritas.
Marilah kita bersama-sama mengupayakan agar makanan yang bergizi tersedia untuk siapapun, baik di tengah keluarga maupun di tengah masyarakat dan rela berbagi kepada sesama, supaya dapat dibebaskan dari kekurangan gizi.
Referensi: wikipedia.org, Sesawi.net